Heboh Taliban Lawatan 'Mewah' ke Norwegia, Habiskan Rp 11 M
IDEANEWSINDO.COM - Kelompok penguasa Afghanistan, Taliban, melakukan lawatan resmi ke Oslo, Norwegia pada akhir pekan lalu. Lawatan itu merupakan kunjungan resmi pertama kelompok itu setelah mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021.
Dalam kesempatan itu, Taliban mengaku akan memulai pembicaraan mengenai penghetian pembekuan aset serta arus bantuan ke negara itu. Akibat pembekuan ini, Taliban mengaku negaranya dalam kondisi yang sangat menderita.
"Karena kelaparan, karena musim dingin yang mematikan, saya pikir sudah waktunya bagi masyarakat internasional untuk mendukung warga Afghanistan," ujar salah satu delegasi kelompok itu, Shafiullah Azam, kepada AP.
"Bukan menghukum mereka karena perselisihan politik mereka."
Meski menggambarkan status kesulitan di negaranya, delegasi yang dipimpin Menlu Amir Khan Muttaqi ini mendapatkan kecaman yang luas. Pasalnya mereka berpergian menggunakan pesawat jet mewah yang terlihat cukup mahal.
Tak hanya itu, lokasi pertemuan dilakukan di sebuah hotel mewah bernama Hotel Soria Moria. Salah satu pihak yang mengecam hal ini adalah politisi Partai Kemajuan Norwegia, Sylvi Listhaug.
Listhaug menyebut pemerintahnya telah memberikan kenyamanan maksimum untuk kelompok yang dianggapnya telah melakukan pelanggaran HAM berat itu. Tak hanya itu, ia juga bertanya mengenai biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam menjamu Taliban ini
"Bahwa pihak berwenang Norwegia berpikir itu berguna untuk berbicara dengan Islamis ekstrim tentang hak asasi manusia dan hak-hak perempuan, sangat naif sehingga seperti percaya pada Santa Claus dan kelinci Paskah pada saat yang sama," ujarnya dikutip media lokal Stavanger Aftenblad.
Pemerintah Norwegia melalui Kementerian Luar Negeri mengatakan bahwa biaya yang dihabiskan dalam mengundang kelompok itu, termasuk penyewaan jet mewah, mencapai 7 juta krona atau setara Rp 11,2 miliar. Ini juga mengundang reaksi sangat keras dari Listhaug dan partainya.
"Meskipun 7 juta krona adalah uang kecil untuk Kementerian Luar Negeri, yang mengelola bantuan pembangunan sebesar 40 miliar krona, itu tetap tidak menghormati pembayar pajak," tegas Listhaug.
Taliban sendiri sebelumnya pernah menguasai Afghanistan pada 1996 hingga 2001 lalu. Dalam masa itu, kelompok berhaluan Islam ini seringkali mengambil tindakan yang mengekang kebebasan wanita.
Ini bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Barat. Hal ini juga mendasari penghentian bantuan dan juga pembekuan aset saat kelompok itu berhasil berkuasa kembali.
s; cnbc.com